Sabtu, 26 Januari 2008

Kompas 27-Jan-08: Jenazah Soeharto Diberangkatkan dari Cendana Jam 09.00 WIB

Jenazah Soeharto Diberangkatkan dari Cendana Jam 09.00 WIB

MINGGU, 27 JANUARI 2008 | 14:38 WIB

Laoran Waretawan Sonora, Debby

JAKARTA, MINGGU - Jenazah mantan presiden Soeharto akan diberangkatkan dari tumah duka di Jalan Cendana, Senin (28/1), pukul 09.00 WIB. Selanjutnya, jenazah akan diterbangkan dari Bandara Halim Perdanakusumah ke Solo pukul 10.00 WIB.

Sebelum diberangkatkan dari Jakarta, jenazah Soeharto akan mendapatkan penghormatan khusus sebagai mantan pejabat negara. namun, belum dipastikan di mana prosesi penghormatan akan dilakukan.

Menurut informasi yang disampaikan Komandan Landasan Udara Halim Perdanakusumah, Marsekal Pertama TNI Boy Syahril Qamar, saat ini masih ada dua pilihan untuk melakukan penghormatan terakhir, di Cendana atau di Halim.

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dipastikan akan memimpin upacara pemakaman Soeharto di Karanganyar. Sebelumnya, Presiden sudah membatalkan agendanya ke Bali yang seharusnya menghadiri acara Konferensi tentang Korupsi se-Dunia.

http://www.kompas.com/read.php?cnt=.xml.2008.01.27.14384442&channel=1&mn=1&idx=1


Kompas 27-Jan-08: 3 Menit 28 Detik Belasungkawa Presiden

3 Menit 28 Detik Belasungkawa Presiden
MINGGU, 27 JANUARI 2008 | 14:32 WIB
JAKARTA, MINGGU -  Presiden Susilo Bambang Yudhoyono didampingi Wakil Presiden Jusuf Kalla dan sejumlah menteri peserta rapat kabinet terbatas tentang ketahanan pangan menyampaikan belasungkawa yang mendalam atas wafatnya mantan Presiden Soeharto dalam jumpa pers di Kantor Presiden, Jakarta, Minggu (27/1).
 
Sepanjang 3 menit dan 28 detik, belasungkawa diucapkan di podium Istana Kepresidenan. Dalam ucapan belasungkawa itu Presiden Yudhoyono berujar, "Hari ini, kita semua berduka dengan wafatnya Bapak Haji Muhammad Soeharto, Presiden RI kedua karena sakit."
 
Presiden atas nama negara, rakyat, pemerintah dan pribadi mengucapkan belasungkawa yang sedalam-dalamnya atas wafatnya Soeharto. "Saya mengajak seluruh rakyat Indonesia untuk mendoakan almarhum agar diterima di sisi Tuhan Yang Maha Esa, Allah SWT sesuai pengabdian, jasa, amal baiknya baik kepada masyarakat, bangsa, negara, dan dalam kehidupan umat manusia," ujarnya.
 
Presiden mengajak rakyat mendoakan agar keluarga Soeharto yang ditinggalkan tabah dan tawakal menghadapi cobaan yang maha besar. "Terus lihat ke depan untuk menyongsong hari esok yang lebih baik," ujarnya.
 
Menurut Presiden, penghormatan setinggi-tingginya layak diberikan kepada Soeharto sebagai satu dari putra terbaik bangsa yang amat besar jasanya kepada bangsa dan negara. Presiden juga mengajak semua pendampingnya yang beragama Islam mengucapkan Alfatihah untuk Soeharto.
 
 

Wisnu Nugroho A

http://www.kompas.com/read.php?cnt=.xml.2008.01.27.14324359&channel=1&mn=1&idx=1

Kompas 27-Jan-08: Rencana Presiden Yudhoyono ke Bali Batal

Rencana Presiden Yudhoyono ke Bali Batal
MINGGU, 27 JANUARI 2008 | 14:29 WIB

JAKARTA, MINGGU - Dengan wafatnya mantan Presiden Soeharto, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono membatalkan rencana kunjungan kerjanya untuk menghadiri Konferensi tentang Korupsi di  Bali, Minggu (27/1). Acara konferensi tetap dilakukan dan Pesiden Yudhoyono mengutus Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan Widodo AS. "Presiden batal ke Bali. Presiden mengutus Menko Polhukam Widodo AS ke Bali mewakili Presiden," ujar juru bicara kepresidenan Andi Mallarangeng di Kantor Presiden, Jakarta, Minggu (27/1).

Mantan Presiden Soeharto meninggal pukul 13.10 WIB. Pada saat itu, Presiden Yudhoyono sedang berdiri di podium untuk menggelar jumpa pers mengenai rapat kabinet terbatas tentang stabilisasi harga. Usai jumpa pers sekitar pukul 13.30 WIB, Presiden Yudhoyono menggelar rapat terbatas dengan Wakil Presiden Jusuf Kalla. Rapat digelar setelah diberi kabar Soeharto wafat.

Lima menit kemudian, Presiden didampingi Wapres menggelar jumpa pers menyampaikan belasungkawa mendalam, serta sempat membaca Alfatihah untuk almarhum Soeharto.

(INU)


http://www.kompas.com/read.php?cnt=.xml.2008.01.27.14292960&channel=1&mn=1&idx=1

Kompas 27-Jan-08: Besok, Presiden Pimpin Pemakaman di Karanganyar

Besok, Presiden Pimpin Pemakaman di Karanganyar
MINGGU, 27 JANUARI 2008 | 14:24 WIB

JAKARTA, MINGGU - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono akan menjadi inspektur upacara dalam upacara pemakaman militer almarhum mantan Presiden Soeharto, di Astana Giribangun, Karanganyar, Jawa Tengah, Senin (28/1) pagi. Hal ini diungkapkan Menteri Sekretaris Kabinet Sudi Silalahi, Minggu (27/1).

Sementara itu, hari ini Presiden di Istana Negara tengah menyusun rencana penghormatan dan pemakaman untuk Soeharto. Presiden Yudhoyono akan datang ke kediaman Soeharto di Jalan Cendana, Jakarta, Minggu sore setelah jenazah Soeharto disemayamkan.

Wisnu Nugroho A


http://www.kompas.com/read.php?cnt=.xml.2008.01.27.14243718&channel=1&mn=1&idx=1

Kompas 27-Jan-08: Indonesia Berkabung Tujuh Hari

Indonesia Berkabung Tujuh Hari
Agus Susanto
Soeharto Sakit
MINGGU, 27 JANUARI 2008 | 14:14 WIB
JAKARTA, MINGGU - Pemerintah melalui Sekretaris Kabinet Sudi Silalahi mengemukakan, Indonesia menyatakan berkabung selama tujuh hari mulai Minggu (27/1) sampai Sabtu minggu depan atas wafatnya mantan Presiden Soeharto, Minggu (27/1)siang.
 
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di Istana Negara tengah menyusun rencana penghormatan dan pemakaman untuk Soeharto. Rencananya, Presiden Yudhoyono akan datang ke kediaman Soeharto di Jalan Cendana, Jakarta, Minggu sore setelah jenazah Soeharto disemayamkan.
 
Presiden Yudhoyono akan menjadi inspektur upacara dalam pemakaman militer di Astana Giribangun, Karanganyar, Jawa Tengah, Senin pagi.

Wisnu Nugroho A

http://www.kompas.com/read.php?cnt=.xml.2008.01.27.14144898&channel=1&mn=1&idx=1

Kompas 27-Jan-08: Pesawat A-1341 Angkut Jenazah Soeharto

Pesawat A-1341 Angkut Jenazah Soeharto
MINGGU, 27 JANUARI 2008 | 14:12 WIB
JAKARTA, KCM - .Tentara Nasional Indonesia (TNI) Angkatan Udara telah menyiapkan empat pesawat Hercules C-130 untuk mengangkut jenazah mantan Presiden Soeharto.

Skadron Udara 31, skadron angkut berat yang mengoperasikan pesawat Hercules C-130 Pangkalan Udara (Lanud) TNI AU Halim Perdanakusuma, Jakarta, telah siap membawa jenazah dan keluarga ke Bandara Adi Soemarmo, Solo.

Menurut  data-data yang dikumpulkan Kompas.com,  pesawat Hercules dengan nomor registrasi A-1341 telah disiapkan untuk mengangkut jenazah. Pesawat untuk VVIP ini juga yang membawa jenazah Ny Tien Soeharto ke Solo tanggal 28 April 1996.

Diperkirakan bertindak sebagai kapten pilot dalam penerbangan ini adalah Komandan Skadron Udara 31 Letkol (PNB) Isep Hasan Isrony.(ROY)

http://www.kompas.com/read.php?cnt=.xml.2008.01.27.14120399&channel=1&mn=1&idx=1

Kompas 27-Jan-08: Penjagaaan Seputar Cendana Diperketat

Penjagaaan Seputar Cendana Diperketat
MINGGU, 27 JANUARI 2008 | 14:07 WIB

JAKARTA, MINGGU - Penjagaan aparat kepolisian di seputar wilayah Menteng, Jakarta Pusat, Minggu (27/1) siang sudah mulai diperketat, setelah mantan Presiden Soeharto meninggal dunia pada pukul 13.10 tadi.

Wakil Kepala Polres Jakarta Pusat Herri Wibowo, menyatakan pihaknya menurunkan dua kompi aparat mengamankan wilayah kediaman mantan Presiden Soeharto, di Jalan Cendana, Menteng.

Sementara, seluruh ruas jalan yang terhubung langsung dengan jalan Cendana, pun telah mendapat pengawalan ketat, antara lain Jalan Tanjung, Jalan Teuku Umar, Jalan Untung Suropati, Jalan Suwiryo, Jalan Jusuf Adiwinata dan Jalan Rasamala.

Sekitar pukul 13.50, mantan menantu Soeharto, Halimah terlihat tiba di Cendana. Dia menaiki mobil Toyota Aplhard hitam dengan nomor polisi B2777OL . (BOB)

http://www.kompas.com/read.php?cnt=.xml.2008.01.27.14073217&channel=1&mn=1&idx=1

Kompas 27-Jan-08: Istana Turut Berduka dengan Kepulangan Soeharto

Istana Turut Berduka dengan Kepulangan Soeharto
Kompas/Agus Susanto
Mantan Presiden Soeharto melambaikan tangan ke arah mantan Perdana Menteri Singapura Lee Kuan Yew seusai pertemuan di kediaman Soeharto, Jalan Cendana, Jakarta, Mei 2006. Saat ini kondisi Soeharto diberitakan kritis, setelah smpat ditengok mantan PM Lee Kuan Yew.
Artikel Terkait:
MINGGU, 27 JANUARI 2008 | 14:04 WIB

Laporan wartawan SONORA, Rico

JAKARTA, MINGGU - Usai melakukan rapat terbatas di Istana Negara, Jakarta, Jumat (27/2), Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menyampaikan pernyataan resmi sehubungan dengan meninggalnya mantan presiden Soeharto.  

"Kami turut berduka atas meninggalnya Bapak Seoharto, Presiden RI ke-2," demikian penggalan pernyataan bela sungkawa Presiden Yudhoyono. Atas nama rakyat dan pemerintah Indonesia, Presiden Yudhoyono menyampaikan pernyataan bela sungkawa ini. Presiden Yudhoyono juga mengajak rakyat Indonesia memberikan penghormatan setinggi-tingginya kepada Pak Harto atas jasa-jasanya terhadap bangsa.

Mengakhiri pernyataan bela sungkawanya, Presiden Yudhoyono menaikkan doa Alfatihah. Usai menyampaikan pernyataan belasungkawa, Presiden dan Wakil Presiden berikut para menteri melakukan koordinasi untuk mengambil langkah bersama terkait dengan peristiwa meninggalnya pemimpin Orde Baru tersebut.


http://www.kompas.com/read.php?cnt=.xml.2008.01.27.14042133&channel=1&mn=1&idx=1

Kompas 27-Jan-08: Keluarga Soeharto di Kemusuk Meluncur ke Solo

Keluarga Soeharto di Kemusuk Meluncur ke Solo
MINGGU, 27 JANUARI 2008 | 14:01 WIB

JAKARTA, KCM - Kabar kematian mantan presiden Soeharto belum diterima secara resmi oleh kerabatnya di Kemusuk, Daerah Istimewa Yogyakarta, namun mereka sudah bersiap-siap ke Solo. Hal tersebut disamaikan Aryowihoto, salah satu keponakan Soeharto di Yogyakarta.

"Ini mau langsung ke Solo, sambil konfirmasi dari Jakarta," kata Aryowihoto,yang juga anggota DPRD Bantul, saat dihubungi Kompas.com melalui telepon. "Ini sulit sekali minta konfirmasi langsung ke Jakarta," katanya. Namun, ia sudah memperoleh kabar kematian Soeharto pukul 13.10 WIB dari media.  

Keluarga dari Kemusuk sudah berkumpul dan siap berangkat ke Solo untuk mempersiapakn prosesi penguburan. Telepon di belakangnya berkali-kali berdering. dan sudah terdengar ramai. Ia tidak sempat meladeni pertanyaan-pertanyaan berikutnya dan langsung menutup teleponnya saat diminta konfirmasi rencana selanjutnya di Solo.(WAH)

http://www.kompas.com/read.php?cnt=.xml.2008.01.27.14015180&channel=1&mn=1&idx=1

Kompas 27-Jan-08: Jejak Langkah Soeharto (3-Habis), Saya Tidak Buta....!

Jejak Langkah Soeharto (3-Habis), Saya Tidak Buta....!

MINGGU, 27 JANUARI 2008 | 14:01 WIB

SOEHARTO terlihat risau. Hatinya gundah gulana. Apalagi menjelang meletusnya Gerakan G 30 S PKI. Sejumlah prajurit Kostrad tak henti-hentinya mendatangi Soeharto meminta pendapat. Namun, Soeharto tetap diam….
 
"SAYA sering risau karena didatangi anak buah yang meminta pendapat dan penilaian saya. Mereka menunjukkan tarikan muka seperti mendesak ingin mendapat keterangan mengapa saya diam. Saya jawab, bahwa saya tidak buta! Saya telah melapor kepada atasan tentang keadaan. Situasi memang serius, tetapi saya tidak mendapat reaksi apa-apa. Apalagi yang dapat saya lakukan lebih dari itu," kata Soeharto.
 
Saat detik-detik menjelang meletusnya peristiwa berdarah, Soeharto sedang menduduki posisi strategis sebagai Panglima Kostrad. Pangkatnya Mayor Jenderal. Ny Siti Hartinah pada saat itu sedang berkumpul di kantor Persit bersama pimpinan dan pengurus Persit tingkat pusat dan tingkat Jakarta Raya. Ibu Tien --panggilan akrabnya-- sengaja berkumpul di markas Persit untuk mendengarkan penjelasan dari Menteri/Panglima AD Achmad Yani.
 
"Pak Yani dalam pertemuan tersebut menjelaskan situasi politik pada waktu itu yang makin gawat dan peran TNI AD. Selama saya menjadi istri prajurit, baru pertama kali itulah saya menerima uraian politik yang menyangkut nasib negara dan bangsa. Biasanya seorang istri prajurit itu tidak diberitahu hal-hal yang bersifat rahasia," kenangnya.
 
Seusai mengikuti acara itu, Ibu Tien pulang ke rumahnya di Jalan H Agus Salim. Melihat ibunya pulang, anak-anaknya meminta dibuatkan sup kaldu tulang sapi. Ibu Tien lalu membuatkannya. Namun, ketika dirinya sedang membawa panci berisi sup panas yang hendak ditaruh di ruang makan, tiba-tiba Hutomo Mandala Putra --Tommy Soeharto saat itu berusia empat tahun-- menabrak tangan ibunya. Akibatnya, sup itu tumpah dan mencelakai Tommy.
 
"Air sup tumpah dan mengguyur sekujur tubuhnya. Kulitnya terbakar dan melepuh-lepuh. Saya ingat pelajaran PPPK di Kostrad. Kalau luka bakar obatnya leverstraan salf. Kebetulan ada persedian di rumah. Maka obat itulah yang saya oleskan ke kulitnya. Setelah itu saya bawa Tommy ke RS Gatot Subroto untuk dirawat," tuturnya sambil menambahkan Soeharto sempat menjaga Tomy bersama dirinya.
 
Sekitar pukul 00.00 WIB tengah malam, Ibu Tien meminta Soeharto agar segera pulang ke rumah karena pada waktu itu Mamiek, putri bungsu Soeharto sedang sendirian di rumah. Apalagi ketika itu usia Mamiek baru satu tahun.
 
Pengakuan Ibu Tien itu diamini Soeharto. Menurut Soeharto, tanggal 30 September 1965 kira-kira pukul 21.00 WIB malam, ia bersama istrinya sedang berada di RS Gatot Subroto, menenggok Tomy yang masih berusia empat tahun.
 
"Kira-kira pukul 10 malam saya sempat menyaksikan Kol Latief berjalan di depan zal tempat Tomy dirawat. Kira-kira pukul 12.00 seperempat tengah malam, saya disuruh oleh istri saya cepat pulang ke rumah di Jl H Agus Salim karena ingat Mamik, anak perempuan kami yang bungsu yang baru setahun umurnya. Saya pun meninggalkan Tomy dan ibunya tetap menungguinya di RS," kenang Soeharto.
***
SATU Oktober 1965. Suasana di Jl H Agus Salim, kediaman Soeharto masih terlihat sepi. Tiba-tiba seorang pria bernama Hamid mengetuk rumah Soeharto yang kebetulan menjadi Ketua RT. Hamid adalah seorang juru kamera. Ia mengaku baru saja mengambil gambar tembak-tembakan yang terjadi di sejumlah tempat.
 
Tak lama kemudian datang Mashuri SH, tetangga Soeharto. Kepada Soeharto, Mashuri mengaku mendengar suara tembakan. Soeharto pun mulai bertanya-tanya, apa yang sebenarnya terjadi. Di tengah tanda tanya itu, muncul Broto Kusmardjo. Lelaki itu mengabarkan bahwa telah terjadi penculikan terhadap sejumlah jenderal.
 
Sekitar pukul 06.00 WIB pagi Letkol Soedjiman datang ke rumah Soeharto. Lelaki itu mengaku diutus Mayor Jenderal Umar Wirahadikusumah, Panglima Kodam V Jaya. Kepada Soeharto, Soedjiman memberitahukan bahwa ada konsentrasi pasukan di sekitar Monas.
 
Mendengar cerita itu, Soeharto bergegas mengenakan pakaian loreng lengkap, bersenjata pistol, pet dan sepatu. Sebelum berangkat ke markasnya Soeharto berpesan kepada Soedjiman, "Segera kembali sajalah dan laporkan kepada Pak Umar saya akan cepat datang ke Kostrad dan untuk sementara mengambil pimpinan Komando Angkatan Darat."
 
Tak lama kemudian Soeharto terlihat berjalan menuju Jeep Toyota, kendaraan dinasnya. Tanpa seorang pengawal, Soeharto tancap gas menuju markas Kostrad di Jl Merdeka Timur. Ketika itu Soeharto melihat suasana di Ibu Kota berjalan seperti biasa. Sepertinya tak ada tanda-tanda telah terjadi sesuatu. Lalu lalang manusia dan arus kendaraan terlihat seperti biasanya. Begitu juga becak-becak yang biasa mangkal di ujung kampung. Radio Republik Indonesia (RRI) juga terlambat menyiarkan tragedi pekat nan menyayat hati seluruh rakyat Indonesia. Padahal, biasanya RRI sudah mengudara pukul 07.00 WIB pagi. Herannya, hingga pukul 07.00 WIB pagi RRI tak juga bercuap-cuap. Aneh...!
 
Begitu juga ketika Soeharto memasuki markasnya, tak ada tanda-tanda bahwa telah terjadi aksi penculikan dan pembunuhan secara keji. Justru, Soeharto hanya mendapatkan laporan dari petugas piket yang mengatakan bahwa orang terpenting Bung Karno tidak jadi ke Istana, tetapi langsung ke Halim. Di Istana Presiden juga terlihat melompong.
 
Soekarno ketika itu sedang tidak ada di tempat. Padahal, Jumat 30 September Bung Karno sempat tampil di depan peserta Munas Tehnik di Istora Senayan. Setelah itu Bung Karno tak kembali ke Istana, melainkan memilih tinggal di Wisma Yaso. (Persda Network/Achmad Subechi)

http://www.kompas.com/read.php?cnt=.xml.2008.01.27.14014742&channel=1&mn=1&idx=1

Kompas 27-Jan-08: Jejak Langkah Soeharto (2), Wajahnya Tak Mirip Soeharto

Jejak Langkah Soeharto (2), Wajahnya Tak Mirip Soeharto

MINGGU, 27 JANUARI 2008 | 13:55 WIB

1 OKTOBER 1965. Mayor Jenderal TNI Soeharto tampak serius di depan radio yang ada di markas Kostrad. Dari balik radio terdengar suara, "Pada hari Kamis tangal 30 September 1965 di Ibu Kota Republik Indonesia Jakarta telah terjadi gerakan militer dalam Angkatan Darat dengan dibantu oleh pasukan-pasukan dari angkatan lainnya. Gerakan 30 September yang dikepalai oleh Letnan Kolonel Untung..."

Mendengar nama Letkol Untung disebut, Soeharto sontak terkejut bukan kepalang. "Saya mendengarkan siaran RRI pertama mengenai Gerakan 30 September. Deg… saya segera mendapat firasat. Lagi pula saya tahu siapa itu Letkol Untung. Saya ingat, dia seorang yang dekat, rapat dengan PKI. Malahan pernah jadi anak didik tokoh PKI Alimin," tutur Soeharto.

Menjelang tengah hari Soeharto bertemu dengan Marsekal Muda Leo Watimena yang sengaja datang ke Kostrad untuk meminta penjelasan. Kepada Leo, Soeharto bercerita bahwa ia mengenal Untung sejak lama ketika menjadi salah satu Komandan Resimen 15 di Solo.

Saat itu Untung menjadi salah satu Komandan Kompi Batalion 444. "Gerakan 30 September yang dipimpin Untung bukan sekedar gerakan yang akan menghadapi Angkatan Darat (AD) dengan alasan untuk menyelamatkan Presiden Soekarno. Gerakan untung mempunyai tujuan lebih jauh, ingin menguasai negara secara paksa atau kup," kata Soeharto.

Sebelumnya Soeharto juga sempat mengadakan rapat khusus bersama asisten-asistennya, beberapa jam setelah ia mendengar peristiwa itu dari RRI. "Menghadapi kejadian ini, kita tidak hanya sekedar mencari keadilan, karena jenderal-jenderal kita telah diculik dan sebagian dibunuh, akan tetapi sebagai prajurit Sapta Marga, kita merasa terpanggil untuk menghadapi masalah ini karena yang terancam adalah negara dan Pancasila. Saya memutuskan untuk melawan mereka," jelas Soeharto.

Karena itu Soeharto memerintahkan Komandan RPKAD Kolonel Sarwo Edhie Wibowo untuk segera bertindak, merebut kembali RRI dan pusat Telkom yang telah dikuasai pemberontak. Setelah itu ia menghubungi para panglima angkatan dan Polri. Melalui radiogram, Soeharto mengeluarkan perintah harian kepada para Pangdam di daerah agar menguasai daerahnya masing-masing, memberikan laporan secara teratur dan gerakan pasukannya hanya atas perintah Panglima Kostrad.


IBU Tien masih menjaga anak kesayangannya Tomy di RSPAD. Sementara suasana di RSPAD terlihat agak berbeda dari hari biasanya. Tak lama kemudian Ibu Tien baru mengetahui kalau semalam telah terjadi penculikan terhadap jenderal-jenderal yang dilakukan pasukan Cakrabirawa. "Mendengar berita ini saya jadi gelisah dan ingin pulang ke rumah dengan segera. Saya pamit pada dokter kepala rumah sakit, tapi beliau berkeberatan jika tidak ada izin dari Pak Harto. Saya bilang tidak usah menunggu perintah. Pokoknya saya mau pulang," kenang Ibu Tien.

Hingga 1 Oktober sore, Soeharto belum memberikan kabar kepada istrinya apa yang sesungguhnya terjadi di Jakarta. Sementara detik demi detik, pikiran Ibu Tien semakin gelisah. "Maka saya nekad saja untuk pulang karena saya gelisah dan tidak betah lebih lama di rumah sakit. Saya pikir, nanti kalau terjadi hal-hal yang lebih gawat anak-anak di rumah, saya di RS, nanti saya tidak bisa berbuat apa-apa."

Hari itu juga, Ibu Tien membawa Tommy pulang ke rumahnya diantar Probosutedjo dan ajudan Soeharto bernama Wahyudi. Mengatisipasi keselamatan istri Pangkostrad, Probosutedjo meminta izin kepada Bu Tien untuk membawa senjata. "Saya minta permisi pada ibu apakah boleh senjata-senjata yang ada di rumah, kita bagi pada Ibnu Hardjanto dan Ibnu Hardjojo. Ibu setuju. Saya sendiri pegang dua jenis senjata," kenang Probosutedjo.

Sesampainya di rumah, Bu Tien tak melihat suami tercintanya. Kabarnya, Soeharto masih berada di markas Kostrad. Sementara Soeharto sendiri hanya memberikan amanat untuk disampaikan kepada istrinya, agar segera mengungsikan anak-anaknya ke rumah ajudannya di Kebayoran Baru. Mendapat amanat itu, Bu Tien semakin penasaran. Ia tanya kepada ajudan senior Pangkostrad Bob Sudijo yang ikut mempersiapkan pengungsian. "Ini rahasia Bu," jawab Bob.

Karena Bob dianggap tidak mau terbuka, Probosutedjo sempat ngamuk. "Bob kamu jangan begitu. Kalau terjadi apa-apa pada Bapak yang akan menderita dan kehilangan adalah istrinya dan semua keluarga termasuk saya," jelas Probo. Akhirnya Bob buka kartu bahwa Soeharto saat ini berada di markas Kostrad.
Setelah itu, keluarga Soeharto boyongan ke Kebayoran Baru.

Sedangkan Probosutedjo tidak ikut. Selama sehari semalam berada di rumah ajudannya, Ibu Tien mendadak mendapat kabar yang mengelisahkan hatinya. "Waktu saya di pengungsian, tiba berita dan diberitahukan kepada saya bahwa ada seorang anak perempuan sedang mencari ayahnya yang bernama Soeharto. Ia sedang menunggu di rumah Chaerul Saleh," tuturnya.

Seketika itu juga Bu Tien angkat kaki menuju ke rumah Chaerul Saleh. Mengenakan jaket tentara dan dikawal ajudannya, ia berangkat dari Kebayoran Baru menuju ke Jalan Teuku Umar. Sesampainya di sana, Ibu Tien mendapati seorang anak perempuan yang sedang ditemani seorang anggota AURI. "Saya lalu membawanya pergi. Tiba di rumah, saya interview. Dari jawaban-jawabannya sama sekali tidak cocok. Raut wajahnya saja tidak mirip sedikitpun dengan Pak Harto. Saya jadi yakin anak ini bukan anak Pak Harto," jelas Ibu Tien.
Meski begitu, Ibu Tien masih tetap penasaran. Diam-diam ia membuka sebuah tas koper yang dibawa anak perempuan itu. Isinya hanya sebuah gitar dan sebungkus bubuk yang kelihatannya seperti bubuk pembasmi tikus. Selanjutnya, Ibu Tien meminta wanita itu agar beritirahat di sebuah kamar yang kemudian pintunya dikunci dari luar.

"Setelah itu saya pergi ke Kostrad untuk menemui Pak Harto, melaporkan hal ikhwal anak perempuan itu. Bapak bilang agar dibawa ke Kostrad saja. Keesokan harinya ketika pintu kamarnya dibuka, kamar sudah kosong. Anak itu telah menghilang. Rupanya dia melarikan diri turun melalui jendela menggunakan stagen," tutur Ibu Tien.

Ibu Tien menafsirkan, wanita itu sengaja dipasang untuk melenyapkan Panglima Kostrad dengan menggunakan racun tikus yang dibawanya. "Sejak itu saya tidak pernah bertemu lagi dengan anak itu, tidak ada pula kabar beritanya," kata Ibu Tien. (Persda Network/ Achmad Subechi)

http://www.kompas.com/read.php?cnt=.xml.2008.01.27.1355400&channel=1&mn=1&idx=1

Kompas 27-Jan-08: Jejak Langkah Soeharto (1), Bayar Peramal dari India

Jejak Langkah Soeharto (1), Bayar Peramal dari India
MINGGU, 27 JANUARI 2008 | 13:52 WIB

NAIKNYA Soeharto di kursi kekuasaan menggeser posisi Presiden RI Soekarno tak lepas dari dua momen penting, sebagai batu loncatan --meletusnya peristiwa G 30 S PKI dan lahirnya Supersemar. Di mana posisi Soeharto ketika terjadi aksi penculikan besar-besaran terhadap para jenderal TNI AD? Benarkah Soeharto akan diracun seorang wanita yang mengaku sebagai anak Soeharto?

Postur tubuhnya tak terlalu tinggi. Umurnya, kira-kira lebih dari 50 tahun. Ketika berbicara, laki-laki tak dikenal itu selalu menggunakan bahasa Inggris dan Indonesia. Pria keturunan India itu, suatu hari mampir ke rumah Soeharto di Jl Agus Salim, Jakarta. Ketika itu Soeharto berpangkat mayor jenderal dan menduduki pos cukup penting --Pangkostrad. Entah siapa yang mengajak pria itu mampir ke rumah Pangkostrad. Yang jelas, pria itu diterima Ibu Tien Soeharto, sang pemilik rumah. Setelah dipersilakan duduk, pria itu menawarkan barang dagangannya, berupa batu-batu permata yang berwarna-warni.

Sayangnya ketika berbagai jenis permata itu ditunjukkan, Ibu Tien tidak begitu tertarik. Pria itu lalu mengeluarkan ‘jurus’ baru --mengaku bisa meramal nasib seseorang. Sontak Ibu Tien menjadi tertarik dan ingin mendengarkan ceritanya. "Sekedar mengisi keisengan saya setuju saja. Setelah orang itu melakukan cara-cara sesuai 'ilmunya', ia lalu menceritakan keadaan masa lalu saya. Banyak yang cocok. Saya jadi penasaran sehingga ingin tahu lebih lanjut apa yang akan terjadi di waktu yang akan datang," kenang Ibu Tien seperti yang terungkap dalam buku otobiografinya berjudul Siti Hartinah Soeharto Ibu Utama Indonesia.

Dialog pun berlanjut, hingga akhirnya mengarah kepada nasib Soeharto. Lagi-lagi sang penjual akik mempertontokan 'jurus’-nya. Ibu Tien terpana. "Madam.. Suami Madam akan berdiri sama tinggi, duduk sama rendah dengan presiden yang sekarang --Soekarno," kata pria itu.

Mendengar penjelasan itu, Bu Tien hanya tersenyum dan mengaku tidak percaya dengan sang peramal. "Ah, tak mungkin…. Suami saya hanya seorang perwira tinggi TNI AD. Sebagai Panglima Kostrad. Sesekali hanya mewakili Menteri/Panglima AD. Itupun sudah berat sekali. Saya tidak percaya," katanya.

Sang peramal mengaku tak akan memaksakan Bu Tien untuk mempercayai ramalannya. Justru yang ia perlukan adalah imbalan jasa ramalannya. Ibu Tien kemudian bertanya, berapa bayarannya. Sang pria itu menjawab, "Forty thousand (empat puluh ribu rupiah)." Akan tetapi Ibu Tien menangkapnya lain. Ia mengira sang peramal itu meminta imbalan forteen thousand (empat belas ribu).

Gara-gara itu, Bu Tien kembali masuk ke dalam kamarnya untuk mengambil uang. "Madam, not forteen but forty." Sebenarnya Ibu Tien sendiri merasa menyesal. Sebab, biaya atau ongkos meramalnya terlalu tinggi. "Mengapa untuk hal begini saja, cuma sekedar iseng-iseng kok harus merogoh saku empat puluh ribu yang pada waktu itu tergolong jumlah yang banyak. Padahal gaji suami pas-pasan saja," kenang Ibu Tien. Setelah uang diberikan, sang peramal itu lalu pergi.

Sejak itu Ibu Tien mengaku tak pernah lagi bertemu dengan sang peramal itu, meski Soeharto pada akhirnya menjadi seorang tokoh bangsa yang tampil pada 1 Oktober 1965, menghadapi kudeta PKI, lalu dipercaya menjadi presiden menggantikan Soekarno. (Persda Network/Achmad Subechi) 

http://www.kompas.com/read.php?cnt=.xml.2008.01.27.13524412&channel=1&mn=1&idx=1

Kompas 27-Jan-08: Soeharto Wafat

Soeharto Wafat
http://www.kompas.com/read.php?cnt=.xml.2008.01.27.13290320&channel=1&mn=1&idx=1
MINGGU, 27 JANUARI 2008 | 13:29 WIB

Laporan Wartawan Kompas Maria Susy Berindra A

JAKARTA, KAMIS - Mantan Presiden Soeharto meninggal dunia pada pukul 13.10 WIB, Hal ini diterangka Kapolsek Kebayoran baru, Kompol. Dicky Sonandi, di Jakarta, Minggu (27/1). Menurut rencana, jenazah akan segera disemayamkan di rumah duka Jalan Cendana, Jakarta.


LHW,Maria Susy Berindra A